Jumat, 03 April 2009

DEPOK PUN TERSEOK ...


Tak serius tangani transportasi dan urbanisasi, Depok pasti akan terseok ...

 Ketika Pemda Kabupaten Bogor merencanakan pembangunan Perumnas Depok-I pada tahun 1970-an, tak banyak orang tertarik. Konon, orang perlu dibujuk dulu untuk mau tinggal di Depok. Akan tetapi sejak tahun 1990-an Depok berbalik menjadi "tempat perburuan". Bahkan, Depok kini sudah lebih dari sekadar dormitory city bagi pekerja kelas menengah dan bawah dari Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) karena mudahnya akses transportasi. Padatnya arus transportasi Depok-Jabotabek juga telah turut mempercepat laju urbanisasi di kota yang memiliki luas 6.794.981 hektar ini. Akankah Depok terseok sebagaimana Jakarta ?


Walikota Depok, H Badrul Kamal punya visi tersendiri dalam membangun kota Depok, yakni menjadikannya sebagai kota terbuka. "Depok kota terbuka, menerima siapa saja, tapi kita harapkan semua yang datang ke sini dapat membangun kota Depok sebagai kota yang manusiawi, ramah lingkungan, demokratis, nyaman, dan ideal," ujarnya diawal-awal pengangkatannya sebagai walikota.

Namun demikian, untuk mewujudkan harapan itu, agaknya jajaran Pemda Depok harus bekerja keras. Pasalnya, persoalan-persoalan kota Depok terus mengintai sejalan dengan pesatnya perkembangan kota saat ini.

"Memang salah satu visi awal kota Depok adalah sebagai kota pemukiman (dormitory city) dan itu telah kita siapkan lokasi pemukiman yang sesuai dengan RTRW (Rencana umum Tata Ruang dan Wilayah). Namun ternyata, perkembangan jumlah penduduk di luar dugaan telah tumbuh begitu pesat di Depok sehingga hal ini berdampak pada berbagai persoalan sosial dan lingkungan hidup. Persoalan yang paling utama adalah masalah transportasi," ujar Kabag Humas kodya Depok, Lutfi Fauzi, SH.

Berdasarkan catatan Dinas Lalu lintas Jalan (DLLAJ) kota Depok, ada lima simpul utama kemacetan yang cukup kronis selain Jalan Margonda Raya, yakni Jalan Dewi Sartika, Jalan Nusantara, Jalan Arief Rahman Hakim, Jalan Akses UI, dan Simpang Depok Timur. 

Persoalan kemacetan di Depok memang telah menjadi "keluhan bersama" warga. "Wah, mumet saya kalau sudah macet begini," ujar salah seorang sopir angkot dengan nada kesal. Umpatan senada juga tercetus dari mulut para penumpang yang sebagian besar sedang diburu waktu, baik pelajar, mahasiswa, pedagang, maupun para karyawan yang hendak ke kantor.

"Saya jadi serba salah kalau berangkat kuliah. Mau naik mobil pasti terperangkap kemacetan. Naik kereta berjubel, apalagi saat jam-jam sibuk, penuhnya minta ampun," celoteh seorang mahasiswi yang mengeluhkan buruknya penanganan transportasi di Depok.

Namun demikian, hingga kini Pemda Depok mengaku tak tinggal diam. Berbagai upaya telah ditempuh, baik lewat perbaikan dan pengadaan sarana fisik maupun upaya antisipasi persoalan kependudukan yang menjadi faktor penyebabya.

"Untuk mengantisipasi kemacetan itu, Pemda Depok telah mengupayakan jalan alternatif dan pelebaran jalan serta memfungsikan  peran DLLAJ dalam menegakkan tertib lalu lintas. Di samping itu, Pemda juga sedang mempersiapkan agar penyebaran penduduk di kota Depok berjalan secara seimbang, karena penyebaran penduduk akan membuka perkembangan kota. Kalau tidak diatur dari sekarang, maka akan terjadi ketimpangan dalam perkembangan kota. Ini akan disesuaikan dengan RTRW agar Depok tidak terseok menjadi kota kumuh," ujar Lutfi Fauzi memberi solusi.


Pentingnya Tataruang

Sementara peneliti dari Laboratorium Sosiologi UI, Dr Gumilar R Somantri menilai bahwa perkembangan kota Depok dari waktu ke waktu kian pesat. Menurutnya, Depok berkembang dari kampung kecil tempat pemukiman perkebunan pada masa Belanda, menjadi sebuah desa, kecamatan, kota administratif, hingga kini menjadi kotamadya yang mandiri.

"Perkembangan Depok sekarang tak bisa dilepaskan dari perkembangan Jakarta, di mana Depok telah menjadi salah satu kota penyangga di samping Bogor, Tangerang dan Bekasi. Memang ada pola tersendiri dari Depok, semenjak tahun 1990-an Depok berkembang pesat dengan penambahan penduduk yang mencolok. Terutama dengan hadirnya beberapa universitas seperti UI, Gunadarma, dan perguruan tinggi lainnya. Sementara perkembangan ekonomi lain seperti perdagangan turut mengikuti perkembangan kemajuan Depok menuju kota mandiri," ujarnya.

Dalam perkembangan kota yang demikian pesat itu, Somantri juga melihat pentingnya penanganan transportasi secara lebih baik. Namun demikian, di samping persoalan transportasi, ia juga menekankan pentingnya penataan kota, terutama menyangkut tata ruang kota Depok yang dinilainya masih jauh dari sempurna.

"Persoalan yang paling krusial sekarang adalah dalam hal tata ruang. Harus ada redefinisi tataruang dari struktur fisik menjadi sesuatu yang lebih umum dan menyeluruh sifatnya, yakni the social production of urban space form (produksi sosial dari bentuk-bentuk ruang) Jadi paradigmanya bukan fisik dulu, tapi orang dulu, karena di dalam ruang itu ada orang-orang. Masalah fasilitas umum, seperti transportasi yang tiap hari melahirkan kemacetan itu pun tentu bukan hanya persoalan fisik semata, tapi ini pun tidak lepas dari proses sosial-politik.

Untuk itu, ada dua solusi yang perlu diupayakan untuk mengantisipasi berbagai persoalan itu. Pertama, penegakan hukum secara konsisten dan ini dimulai dari aparat sendiri dengan memberi contoh yang baik. Kedua, penciptaan sistem yang lebih demokratis. Dalam hal ini, DPRD harus mencerminkan aspirasi masyarakat sehingga mayoritas masyarakat akan merasa terakomodasi dalam agenda-agenda politik dan kebijakan. Proses demokrasi yang terbuka akan menciptakan kontrol masyarakat yang efektif terhadap aktivitas yang dilakukan pemerintah," tambahnya.

Sementara itu, Syahril Said Ketua Komisi D DPRD Kotamadya Depok mengungkapkan bahwa sebagai salah satu kota penyangga Jakarta, Depok memang kian pesat sehingga penyiapan sarana dan prasarana kota yang cukup dan memadai merupakan suatu keniscayaan, termasuk dalam penanganan kemacetan kota. Kemacetan secara tuntas memang sulit untuk dihilangkan. Namun harus terus diupayakan agar itu dapat dikurangi," ujarnya.

Dalam penilaiannya, Pemda Depok sudah cukup tanggap terhadap persoalan sosial, terutama masalah transportasi dan urbanisasi. Hanya saja, menurutnya, hal itu perlu dibarengi sikap proaktif dari semua pihak, termasuk masyarakat secara keseluruhan.

"Peran pemerintah sudah cukup baik dalam menangani persoalan transportasi dan persoalan sosial lainnya. Akan tetapi kita juga tidak bisa bertumpu hanya pada pemerintah, karena sesungguhnya pemerintah itu hanya fasilitator. Dalam hal ini diperlukan juga peran dan keterlibatan dari masyarakat, karena sebaik apapun program pemerintah, tanpa didukung masyarakat akan kurang artinya. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkembangkan.  Yang terjadi sekarang, tidak sedikit masyarakat warga Depok yang hanya 'numpang tidur' saja, tapi kurang peduli dengan persoalan kota Depok. Padahal harus ada kesadaran dari masyarakat bahwa persoalan kota itu seharusnya menjadi bagian integral dari persoalan dirinya," tambahnya.

Ia pun berharap, dengan modal kesadaran itu,  Depok akan menjadi kota ideal seperti banyak  diharapkan warganya, yakni --Depok-- "Daerah Elit Penampungan Orang Keren." Benarkah ? //sofian asgart

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar